Berani Meloncat

Bagi saya, tahun baru tidak hanya berarti terompet. Menghitung mundur waktu dan ‘teeeeeeet…’. ‘Duar, duar, duar’. Bunyi tiupan terompet beradu dengan bunyi kembang api yang menghujami langit kelam. Langit yang hitam seketika berubah menjadi langit yang sangat seksi dengan kelap-kelip kembang api berwarna-warni. Orang-orang yang berkumpul memacetkan jalan sontak berhurai-hurai menyambut datangnya tahun baru. Ya, tahun baru.

Jujur, saya bukan pecinta acara tahun baru. Tanggal 31 Desember milik saya selalu habis menjelang malam tiba. Saat orang-orang itu hendak menuju pusat keramaian, saya justru berlawanan arah dengan mereka. Saya pulang setelah menyelesaikan acara bersama teman. Saya biasa memilih rute pulang yang antimacet. Sampai rumah, saya menyalakan tv, dan endingnya sudah bisa ditebak, saya akan ketiduran! Saya tak akan malu untuk mengakui itu semua, toh, bagi saya, tahun baru tidak hanya berarti terompet.

Tidak hanya berarti terompet, setiap tahun, tahun baru selalu berhasil membuat saya galau. Target-target dan pencapaian yang terlewatkan begitu saja selalu berhasil dimaafkan oleh cengiran polos saya ketika menyadarinya. Ya, saya sadar. Saya memaafkan diri saya. Tapi pertanyaannya adalah, sampai kapan saya mau memafkan diri saya? Sampai kapan target dan pencapaian yang terlewat itu berhasil dihapus oleh cengiran kesadaran saya? Ah, saya!

Dua ribu dua belas akan membuat saya satu tahun lebih tua. Mengubah dua puluh tiga saya menjadi dua puluh empat. Sejauh ini saya bahagia, kok (catat!). Saya hanya ingin sedikit banyak. Tidak. Saya ralat. Saya ingin banyak mencoba hal-hal baru yang dapat membuat saya menjadi lebih luar biasa. Umur berjalan itu pasti. Tapi prinsipnya, mumpung saya masih muda dan saya rasa, saya mampu kok menjalaninya.

So, kalau tahun-tahun yang lalu saya hanya menargetkan berlari, mulai tahun ini dan seterusnya, saya harus berani meloncat. Jatuh? Itu pasti risikonya. Tapi saya percaya, banyak kebahagian yang dapat diraih ketika kita berhasil meloncat tinggi, tinggi, dan lebih tinggi lagi. Saya yakin, Tuhan banyak menggantungkan kebahagiaan di luar sana. Tinggal kita saja, hambanya, berani meloncat atau tidak. Yuk, mari meloncat!

P.S. Tak terasa sudah bulan Februari. Bulau kedua di tahun 2012. Saya hanya ingin bertanya pada diri saya sendiri, “Sudah meloncat seberapa tinggi, Het, selama satu bulan kemarin?” =p

Leave a comment